Kamis, 17 Juli 2008

MUSIC N DESAIN

sebagai bagian dari tulisan Arsitektur dan Musik - yang memuat pula tulisan Probo Hindarto ' Arsitektur : Musik yang Beku')

Musik merupakan satu bentuk kesenian yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi sisi personal manusia, bersifat universal – mampu dinikmati beragam kalangan usia, status, latar belakang budaya, dsb. Kekuatan musik mampu menembus batas ruang dan waktu. Hal ini yang menjadi inspirasi untuk menelaah lebih jauh sejauh mana kekuatan musik mampu merambah pula ranah desain. Tulisan ini merupakan pengantar dan diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisa lebih jauh keterkaitan musik dengan desain, khususnya desain interior dan arsitektur.

Beberapa waktu lalu saya melihat tayangan tentang distro (distribution outlet) ‘berjalan’ - yang memanfaatkan area dalam sebuah bis untuk showroom. Fenomena menarik karena distro bukan sekedar ‘berdagang pakaian’, tapi merupakan bisnis ‘image’ dan gaya hidup. Kasus distro ‘berjalan’ melengkapi gejala penerapan konsep ‘high touch’ dalam sistem penjualan, yang merupakan bentuk ‘komunikasi visual’ yang efektif untuk masa kini.

Pengaruh musik pada desain fashion mulai marak sejak munculnya artis dan kelompok musik fenomenal seperti Elvis Presley, The Beatles, The Rolling Stones, Michael Jackson, Madonna, Bob Marley, dll. Gaya busana artis dan musisi tersebut menjadi trend khususnya di kalangan anak muda.

Distro dikenal di Indonesia merupakan salah satu perwujudan ekspresi diri bagi komunitas ‘underground’, penikmat musik ataupun jenis aliran musik tertentu, juga extreme sport seperti skateboard, surfing,dll. yang dirintis sekitar tahun 1990-an di Bandung. Perkembangan distro menjadi salah satu wujud nyata keterkaitan musik dengan desain dan dilatarbelakangi budaya pop, gaya hidup, konsumerisme sebagai pemicu perkembangan. Karakteristik musik ataupun kelompok band yang diusung menjadi sumber inspirasi bagi visualisasi dari ekspresi diri tersebut, baik dalam bentuk desain merchandise berupa t-shirt, aksesori, tas, produk, cd, maupun desain furniture, interior. Tampilan grafis pendukung image menjadi salah satu upaya penciptaan ‘sense of place’.

‘Sense of place’ yang diciptakan melalui pemanfaatan multi media, audio visual sebenarnya telah ada jauh sebelum budaya pop merebak. Spirit jaman dan dimensi estetis menjadi benang merah antara musik dan desain. Musik dengan beragam kompleksitas komposisinya berkembang sejalan dengan perkembangan pola pikir dan cara hidup masyarakat berikut ekspresi seni dan pemecahan masalah terhadap kondisi lingkungan sekitarnya.

Sejak awal peradaban dengan peralatan sederhana musik digunakan untuk hubungan transendental, pelengkap upacara, pengiring tarian, dsb. Pada perkembangan selanjutnya di mana sistem politik, organisasi sosial diterapkan, musik berkembang pula menjadi salah satu pelengkap perang, penyampai pesan, dsb.

Di masa Abad Pertengahan di Eropa dengan Gotik sebagai puncaknya – segala bentuk kehidupan diorientasikan pada kehidupan Gereja (Katolik). Perkembangan musik Gregorian sebagai musik Gereja, penerapan seni kaca patri dan konstruksi bangunan gereja yang monumental (struktur langit-langit tinggi kubah ber-rusuk/ribbed-vault, menara, triforium,dll.) merupakan pencapaian kesan vertikal, agung sebagai ekspresi iman dan simbol hubungan Tuhan dengan manusia.

Musik Barok yang menekankan ornamentasi rumit pun sejalan dengan desain interior dan arsitektur yang berorientasi pada detail dan ornamen di seluruh elemen ruang dan bangunan termasuk penerapan lukisan pada plafon berbentuk kubah. Pada arsitektur gereja gaya Barok dikategorikan bersifat dramatik, ekspresif.

Jika kemudian yang dikenal adalah Barok (Inggris: baroque), maka asal-usulnya adalah barroco yang berasal dari bahasa Portugis, untuk menyebut mutiara yang bentuknya tidak beraturan dan digunakan untuk menjelaskan bangunan yang konstruksinya melengkung serta sangat kaya dengan dekorasi.
Khususnya tentang musik Barok, orang mengenalnya sebagai musik yang amat emosional. Salah satu ciri utamanya adalah munculnya pencampuran larik-larik melodi yang berlainan. Tetapi, meskipun berlainan, larik-larik tersebut tetap dalam batas asas tempo harmonik. Pada zaman itu komposer melakukan eksperimen dengan instrumen-instrumen berbeda
(
http://www.melodiamusik.com/classic/index.php?option=com_content&task=view&id=62&Itemid=30 - dikutip dari Kompas)

Sementara untuk budaya Nusantara salah satu contoh adalah penerapan kesan dinamis, alami, penerapan warna primer dominan merah, orientasi simbol dan detail, kompleksitas komposisi dan pengerjaan menjadi beberapa ciri bangunan tradisional Bali, yang kita dapati pula sebagai karakteristik perlengkapan sehari-hari seperti pakaian adat, peralatan dan bentuk seni lain : lukis, musik, tari, dll.

Dalam perjalanan waktu munculnya budaya pop menjadikan sosialisasi musik menjadi lebih pesat berkembang, termasuk industri rekaman. Industri musik menjadi pemicu perkembangan total design : produk, fashion, grafis, interior dan arsitektur sebagai bagian dari sistem pemasaran dan apresiasi seni. Perkembangan teknologi menunjang perkembangan elektro-akustik juga tata suara elektronik dan multi-media. Teknologi digital dan informasi semakin melengkapi keterkaitan musik, seni visual seperti film, seni instalasi, dan desain , di mana internet, mobile phone, dll. menjadi media ampuh untuk penyebaran dan apresiasi.

Kemajuan teknologi memberi warna pula pada perkembangan desain interior dan arsitektur yang mewadahi kegiatan bermusik ataupun kegiatan apresiatif lain, seperti perkembangan desain set panggung pertunjukan, gedung pertunjukan dan museum seni.

Pada kasus desain set panggung : pertunjukan musik, selain ditunjang oleh koreografi, pertunjukan musik didukung pula oleh penerapan set panggung dengan memanfaatkan teknologi lighting, tata suara, panggung bergerak (system hidrolik, berputar,dll.), motion graphic pada layar LED sebagai bagian dari pertunjukan. Keseluruhan aspek tersebut (lagu, musik, tata cahaya, suara, efek visual lain, motion graphic, dll) menyatu dalam satu tema sesuai karakter pertunjukan yang ditampilkan.

Untuk kasus museum salah satu contoh adalah Experience Music Project di Seattle karya Frank O. Gehry, yang merupakan museum musik dengan penerapan teknologi mutakhir, interaktif. Selain berfungsi sebagai museum EMP berfungsi pula sebagai wadah berkumpul para musisi, workshop, studio lab, dsb.

Secara arsitektural penerapan paduan bahan metal pada ruang dan bangunan, pemanfaatan bahan alam untuk area pajang, bentuk-bentuk lentur, penataan tidak teratur, konstruksi baja, penerapan warna beragam : merah, kuning, ungu, biru, dsb. dinamis mencerminkan pula citra perkembangan dinamika perkembangan musik di Amerika khususnya (rock and roll, gospel, R & B,dll.). Dinamika tercermin pula pada penerapan simulasi live concert dengan pemanfaatan teknologi multi media yang sebagai media interaktif, yang ditunjang tata cahaya dan akustik
yang memadai.



Blog Advertising - Get Paid to Blog
















Digxa shopping comparison site. Dig for the best price on products worldwide.














Get This Widget





shopping cart software



Tidak ada komentar: